Senin, 02 Juni 2008

LIMBAH KERTAS YANG MENGUNTUNGKAN

Nama : Muchammad Arif
Nim : 056484024
Jurusan : penkesrek/ikor/2005
LIMBAH KERTAS YANG MENGUNTUNGKAN
18 Januari, 2007 pada 1:10 pm (Feature, Kerajinan / Handicraft)
Sebagai predikat kota pendidikan , Yogyakarta juga tidak lepas dari sebutan kota pariwisata . Untuk mendukung kota ini sebagai kota pariwisata , perlu juga adanya berbagai sumber potensi yang dapat mengangkat citra kota yogyakarta sebagai kota pariwisata . Salah satunya adalah kerajinan . Dengan berbagai macam kerajinan yang ada di kota ini , maka pantaslah , bahwa kota yogyakarta juga mendapat julukan , senagai kota kerajinan .Di kota yogyakarta sendiri, berbagai kerajinan tumbuh dengan pesat . Berbagai barang kerajinan telah mereka hasilkan . Hasil yang mereka buat , ada yang dijual ke daerah lain , maupun sampai ke luar negeri . Didukung dengan banyaknya sumber bahan dan ketrampilan yang dimiliki , maka kerajinan yang ada di kota jogjakarta tumbuh dan sangat berkembang. Sering kita jumpai di berbagai lokasi yang ada di kota jogjakarta , sebagian masyarakatnya melakukan usaha di bidang kerajinan. Didukung modal dan ketrampilan yang mereka miliki , serta manajenen yang baik , perorangan maupun kelompok usaha , maka barang kerajinan yang dihasilkan sangat baik dan beragam .
Para pengrajin , baik pengrajin dalam skala besar maupun pengrajin dalam skala kecil , berusaha menawarkan produknya ke konsumen , sehingga muncul persaingan antar mereka .
Sementara itu , dalam memenuhi sumber bahan baku , banyak diantara mereka yang memanfaatkan sumber daya alam sepenuhnya , seperti kayu , tumbuhan , serta bahan baku yang ada disekitar kita . Selain itu , dalam menghasilkan barang kerajinan , khususnya mereka yang hanya memanfaatkan limbah , sebagai bahan bakunya , sangat dibutuhkan ketrampilan yang tinggi serta ide-ide dalam berkarya untuk menciptakan barang kerajinan . Dalam penanganannya , selain limbah tersebut di daur ulang , ada juga yang hanya dimanfaatkan sebagai asesoris pelengkap dalam menciptakan barang .
Melalui proses yang sederhana , serta ditunjang dengan penanganan yang baik dan ketelitian, maka limbah yang sebelumnya tidak terpakai , dibentuk sedemikian rupa , sehingga diperoleh barang yang lebih berguna dari pada sebelumnya .
Di kota jogjakarta , ada sebagian masyarakatnya , dalam melakukan usaha di bidang kerajinan , memanfaatkan limbah sebagai bahan bakunya . Disini , mereka memanfaatkan limbah kertas bekas , untuk kemudian diolah , dan akhirnya dijadikan barang kerajinan .
Salah satu masyarakat yang menggunakan limbah kertas untuk dijadikan barang kerajinan , adalah masyarakat di dusun Pucung , Karang Asem , Wukir Sari , Imogiri , Bantul .
Melalui sedikit penanganan , seperti pemahatan pada kertas , pemberian gambar , perangkaian , jadilah kipas yang sangat baik .
Di desa pucung sendiri , kondisi alamnya tidak begitu menguntungkan . Bertempat di daerah perbukitan kapur , dengan kehidupan mereka yang sangat sederhana , Dengan kondisi seperti ini , maka mereka sangat sulit , untuk menggantungkan hidupnya terhadap lingkungannya . Oleh karena itu , banyak diantara mereka yang keluar dari daerah tersebut , untuk mengadu nasib . Sementara itu , sebagian dari mereka , masih ada yang tinggal di daerah tersebut . Mereka berusaha bangkit dari tekanan-tekanan yang dihadapinya , hanya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari . Dari alasan inilah , maka , mereka mencoba memilih usaha baru yang diyakini dapat menguntungkan . Salah satu pilihan mereka adalah bergerak di bidang kerajinan .
Dengan modal yang tidak begitu mahal , mereka hanya memanfaatkan limbah kertas sebagai bahan bakunya , untuk dijadikan kerajinan . Maka , masyarakat yang tinggal di desa pucung imogiri , lambat laun dapat mengatasi kebutuhan sehari-harinya melalui kerajinan tersebut .
Sehingga , sampai sekarang , masyarakat yang tinggal di desa tersebut , hasil kerajinannya sangat terkenal . salah satunya adalah sentra kerajinan kipas dari kertas bekas .
Menurut salah satu pengrajin yang ada , yaitu Ibu Surip , mengatakan bahwa , kerajinan di desanya sudah berlangsung lama .
Menurutnya , kipas hasil buatannya ia jual ke pasar-pasar terdekat . Seperti pasar imogiri , pasar prambanan dan sebagainya .
Lambat laun kipas yang mereka pasarkan mulai laku . Sehingga jumlah produksi harus ditingkatkan atau diperbanyak . Sampai sekarang kipas yang mereka buat sudah beredar ke daerah lain , seperti kota jogjakarta, muntilan , dan daerah- lainnya .
Dari sinilah kerajinan kipas yang ada di desa Pucung , Imogiri , mulai dikenal oleh masyarakat luas . Baik tua maupun muda , serta anak-anak , menggeluti dalam dunia usaha , pembuatan kipas dari kertas bekas .
Mereka memanfaatkan hari-harinya , maupun waktu luangnya untuk membuat kipas , demi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari .
Dapat kita lihat , banyak anak-anak yang turut bekerja . Setelah mereka pulang sekolah , mereka memanfaatkan waktu yang berharga ini untuk mencari tambahan uang saku dan membantu orang tuanya . Selain itu , mereka ingin belajar bagaimana caranya membuat kipas tersebut.
Di desa pucung , sering kita jumpai orang-orang dari luar daerah , yang sengaja datang ke desanya , untuk membeli kipas . Diantara mereka , adalah tengkulak . Mereka sengaja datang , untuk membeli kipas dalam jumlah banyak . Mereka memanfaatkan peluang , untuk digunakan , sebagai tempat kulakan . Dan ? . Terjadilah transaksi jual beli diantara mereka .
Menurutnya , proses dalam pembuatan kipas , melalui beberapa tahapan . Pada garis besarnya , tahapan pertama , adalah pemilihan atau penyortiran kertas . Tahap kedua adalah proses pemahatan . tahap ketiga adalah proses pelukisan atau penggambaran . Dan tahap akhir , adalah proses perakitan .
Di dalam proses penyortiran atau pemilahan kertas ini , dimaksudkan untuk pengelompokkan lembaran kertas , mana yang dapat dipakai , dan , mana yang tidak dapat dipakai .
Setelah lembaran ketas melalui tahap pernyortiran , kemudian lembaran kertas tersebut dikelompokkan berdasarkan warnanya . Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam proses penanganan selanjutnya .
Kertas-kertas yang sudah dikelompokkan , kemudian disusun , menjadi beberapa lapisan . Tujuannya , agar dalam proses pemahatan nantinya , dapat dikerjakan dengan cepat . dan bentuk yang dihasilkan akan sama .
Pada tahap berikutnya , lembaran kertas yang sudah disusun , kemudian di lapisan atau bagian atas sendiri digambar , sesuai dengan mal yang sudah dipersiapkan .
Setelah itu , lembaran kertas yang sudah digambar , siap untuk dilakukan pemangkasan . Dalam proses pemangkasan ini , dibutuhkan suatu alat , untuk memangkasnya . Alat ini berupa tatah yang dimodivikasi , sehingga dapat digunakan untuk memahat dalam jumlah banyak . Proses ini dibutuhkan ketelitian dan ketrampilan si pemahat .Jika dirasa sudah selesai , maka , lembaran kertas tersebut sudah siap untuk di proses selanjutnya , yaitu digambar . dalam proses penggambaran , juga diperlukan keahlian yang khusus . Hal ini dikarenakan , selain lebih indah , hasil yang didapatkan akan banyak . Kecepatan dalam proses penggambaran ini , tergantung pada si pembuat sendiri .
Tahap akhir dalam proses pembuatan kipas ini , adalah merangkai . Kertas-kertas yang sudah digambar , kemudian disusun satu demi satu , untuk ditempelkan di kerangka kipas . Proses penempelan inipun sangat sederhana . Sedangkan lem yang digunakan , hanyalah lem kertas biasa .
Untuk mempermudah dam mempercepat mereka dalam proses pembuatan kipasnya , banyak diantara pengrajin kipas , tinggal membeli kerangka kipas saja . Sementara , mereka hanya tinggal melakukan penempelan . Sementaraitu , kerangka kipas yang mereka pakai , sudah ada orang yang membuatkannya .
Oleh karena itu , banyak juga diantara mereka yang memanfaatkan kesempatan ini , untuk membuat kerangka kipas . Dengan terjalinnya kerjasama diantara kedua belah pihak , dan sudah mereka lakukan sejak lama , maka , mereka saling diuntungkan .
Sementara itu , menurut salah pembeli kipas , yang berasal dari kota muntilan , Heri mengatakan , hampir setiap minggunya , dia kulakan kipas disini . Barang dagangan yang dia beli , rencananya akan jual lagi ketempat lain .
Lokasi yang dia pilih , antara lain disekitar alun-alun utara kraton jogjakarta , tempat bus-bus wisata parkir , dan tempat-tempat lainnya .
Selain itu juga , pada hari-hari tertentu , mereka berjualan di daerah-daerah wisata seperti candi borobudur , candi prambanan , dan daerah sekitarnya .
Menurutnya, cara yang paling menguntungkan dalam menawarkan dagangannya, adalah naik-turun memasuki bus-bus wisata yang berada ditempat-tempat parkir . Dengan tutur kata dan penampilan , mereka berusaha memikat dan meyakinkan konsumen untuk membeli dagangannya .
Menurutnya , pada hari-hari tertentu , seperti musim liburan sekolah , hari raya , banyak sekali para wisatawan yang datang di kota jogjakarta .
Dan . Disinilah kesempatan mereka untuk memperoleh rejeki banyak .
Melalui pengalaman dan ketekunan mereka dalam memproduksi barang kerajinan , serta berusaha menjaga mutunya , sampai sekarang , masyarakat pengrajin , yang tinggal di desa pucung , imogiri , bantul , sampai sekarang kehidupan mereka menjadi tenteram .
Hanya dengan memanfaatkan limbah-limbah yang ada disekitar kita sebagai bahan baku untuk kerajinan , serta , melalui tangan-tangan terampil mereka , dan , diimbangi dengan ketekunan kita dalam menciptakan suatu karya , maka hasil yang kita peroleh , akan terwujud

Jumat, 30 Mei 2008

8 syarat menjadi wartawan

NAMA : MUCHAMMAD ARIF
NIM : 056484024
JURUSAN : PENKESREK / IKOR
8 SYARAT MENJADI WARTAWAN
Harus sarjana jurnalistik? Bukan. Justru hanya segelintir media yang mensyaratkan gelar sarjana jurnalistik saat membuka lowongan kerja bagi wartawan baru. Tahu etika, berwawasan luas, tidak penakut, menguasai bahasa, bukan “pelacur” idealisme. Oleh Jarar Siahaan; Blog Berita; Balige Bahkan media sebesar suratkabar Kompas, majalah Tempo, atau stasiun Metro TV tidak pernah menyebutkan syarat sarjana jurnalistik; yang penting sarjana, biasanya S1, dari fakultas apapun. Sebagian besar wartawan media, mulai tingkat reporter hingga redaktur, bukan sarjana jurnalistik. Titel mereka dari berbagai disiplin ilmu, mulai sarjana ekonomi hingga sarjana teknik. Aku juga sering membaca, antara lain di majalah Pantau — media yang khusus mengulas dunia kewartawanan, yang sayangnya sudah berhenti terbit — bahwa media di negara-negara barat justru tidak terlalu peduli dengan embel-embel sarjana. Media raksasa multi-format, National Geographic [NG], berani membayar puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk satu liputan mendalam yang dikerjakan kontributor — wartawan freelance yang tidak terikat sama sekali dengan NG — tanpa mensyaratkan kontributor harus sarjana; yang penting adalah karyanya, bukan deretan gelar akademisnya.Berikut adalah delapan syarat menjadi wartawan. Nomor 1 sampai 6 kucarikan dari buku Menggebrak dunia wartawan [1993, Kurniawan Junaedhie] yang kutambah dengan pengalamanku, sedangkan dua poin terakhir, 7 dan 8, adalah murni pendapatku pribadi.
1. Tidak alergi terhadap teknologi. Wartawan zaman sekarang harus fasih memakai email untuk mengirim berita, alat perekam suara, kamera foto atau video, dan mencari referensi lewat Internet.
2. Punya naluri-ingin-tahu yang tinggi dan bukan penakut. Lebih bagus lagi kalau bernaluri sebagai detektif. Wartawan sering diancam karena tulisannya, tapi jangan lantas berhenti menulis.
3. Menguasai bahasa. Tentu saja yang terutama adalah bahasa Indonesia. Aku sering menemukan wartawan yang tidak mampu menulis secara jelas, melainkan berputar-putar dengan “bahasa langit”, bahkan beberapa di antaranya adalah “wartawan senior” yang sudah 20-30 tahun bekerja.
4. Santun dan tahu etika. Aku kerap melihat wartawan yang memaksa masuk ke ruangan pejabat dan langsung duduk padahal si pejabat sebenarnya belum bersedia menerima karena masih ada tamu atau pekerjaannya yang lain. Ada juga wartawan yang mewawancarai narasumber dengan bahasa memaksa, mendesak bagai polisi. Boleh saja meliput peristiwa seperti demo atau lomba tarik tambang dengan memakai celana pendek, tapi jangan berkaus oblong saat meliput sidang pengadilan atau masuk ke kamar kerja gubernur.
5. Disiplin pada waktu. Wartawan tidak boleh menulis berdasarkan mood seperti halnya seniman, karena redaksi dibatasi deadline untuk menerbitkan berita. Sering wartawan-magang gagal diterima karena selalu telat menyetor berita. Bila kau tergantung pada mood, maka pilihlah menjadi wartawan lepas atau bloger.
6. Berwawasan luas. Untuk hal ini, sejak dulu aku sepakat bahwa penulis yang baik harus lebih dulu menjadi pembaca yang baik. Banyak wartawan daerah yang tidak mau membaca media nasional, buku-buku populer, atau mengorek isi Internet; mereka hanya membaca korannya sendiri, itupun cuma untuk melihat “beritaku terbit nggak, nih.”
7. Jujur dan independen. Memangnya ada wartawan yang tidak jujur? Banyak, terutama di daerah. Berita bisa direkayasa sesuai pesanan narasumber. Seratusan orang demo bisa muncul di koran sebagai seribuan orang. Bupati diadukan korupsi, berita yang muncul menjadi “Ada LSM yang ingin membuat rusuh Tobasa.” Memangnya ada wartawan tidak independen? Ini paling banyak, bahkan di Jakarta sekalipun. Harian terbesar Amerika, Washington Post, membuat syarat bagi wartawannya: “Lepaskan dulu jabatanmu di parpol, baru bergabung dengan koran ini.” Di Balige, kabupaten lain, Medan, provinsi lain, kujamin banyak wartawan yang aktif di partai politik.
8. Memperlakukan profesi wartawan bukan semata-mata demi uang. Profesi kuli-tinta sering disandingkan dengan seniman. Ia adalah sosok idealis, yang bekerja tidak melulu karena gaji tinggi. Pengacara bisa saja menolak bekerja kalau kliennya tidak mampu membayar tarif sekian rupiah. Aku sering menemukan wartawan yang tidak mau menulis karena narasumbernya tidak memberikan uang seperti diminta si wartawan. “Dia minta dua juta supaya beritanya terbit di halaman satu. Aku tidak punya uang sebanyak itu, ya sudah, mending kukasih Rp100 ribu ke wartawan mingguan, terbit di halaman dalam pun tidak apa-apa,” kata seorang anggota DPRD padaku suatu ketika. Jangan kaget bila pejabat dan pengusaha di daerah sering berkata, “Lae, bayar berapa untuk menerbitkan berita jadi headline?” Dan jangan kaget pula bahwa pertanyaan itu justru ditujukan pada wartawan koran-koran harian beroplah besar.
Dari 12 syarat yang tercantum pada buku Kurniawan Junaedhie, tidak ada satu pun menyinggung titel kesarjanaan. Pada 50 lebih buku jurnalisme yang pernah kubaca, titel sarjana jurnalistik juga tidak pernah disebut sebagai salah satu syarat menjadi wartawan. Mungkin bagi orang awam hal ini akan terdengar ganjil. Tapi begitulah yang terjadi di media pers: Yang dicari adalah orang yang mampu menulis, bukan orang yang pernah kuliah jurnalisme.
Jadi, kalau kau adalah seorang sarjana yang baru tamat tapi bukan dari program jurnalistik, kau tetap punya peluang besar jadi wartawan. Lihatlah lowongan di media-media lokal maupun nasional. Bahkan bila kau bukan sarjana, kau pun tetap bisa jadi wartawan, walaupun peluangnya lebih kecil. Pengalaman pribadiku di bawah ini mungkin bisa memberimu semangat dan inspirasi.
Pada 1999 aku memasukkan lamaran ke harian Medan Ekspres — kini bernama Sumut Pos — koran milik Jawa Pos. Aku tahu koran itu mensyaratkan sarjana, tapi aku nekat. Sekretaris redaksi yang menerima berkas lamaranku berkata, “Nanti kusampaikan, bang, tapi sebenarnya harus sarjana, lho.” Kujawab: “Aku tahu. Tapi sampaikan saja dulu sama Pemred.” Beberapa hari kemudian aku bertemu dengan pemimpin redaksinya, Abdul Haris Nasution — kalau aku tidak lupa namanya — yang pernah bekerja di majalah Tempo. Sore itu, di kantor redaksi, dia membuka-buka berkas lamaranku. Dia memelototi sejumlah contoh beritaku yang pernah terbit di koran-koran tempatku bekerja sejak 1995. “Ini foto-foto jepretanmu sendiri?” katanya, menunjuk beberapa gambar bentrok Brimob dengan warga Balige yang demo menolak PT Indorayon; antara lain foto seorang Brimob sedang mengarahkan senjata pada seorang warga yang berlindung di balik papan di depan kedainya, dan foto warga lain yang jemarinya putus ditembak Brimob.“Benar, fotoku sendiri,” jawabku. “Kami pakai dulu foto ini, ya,” katanya lagi, lalu memanggil tiga orang redaktur, yaitu Syaiful Ishak [kini petinggi di kantor Graha Pena Medan], Yulhasni, dan satu lagi aku tidak ingat. “Bagaimana anak ini menurut kalian? Aku suka, aku ingin dia bekerja di koran kita. Tapi dia bukan sarjana,” kata Nasution. Akhirnya aku diterima, dengan syarat: Aku harus mengirim minimal tiga berita setiap hari dari Balige, dan beritaku harus layak jadi berita utama di halaman daerah, bahkan aku mesti berusaha menembus halaman satu. Enam bulan masa magang berlalu, aku lolos. Bahkan tidak lama kemudian, pemred berikutnya, Choking Susilo Shakeh, mempromosikanku menjadi redaktur. Terkadang, pada minggu-minggu pertama, aku merasa minder dan “tidak nyaman” di kantor karena kawan-kawanku redaktur adalah sarjana. Tapi mereka teman-teman yang baik dan peduli. Singkat cerita, kemudian aku harus mengundurkan diri dari jabatan redaktur karena pindah domisili ke Palembang. Setelah itu aku bekerja di beberapa koran, majalah, dan menjadi stringer untuk Biro Foto Antara, sebelum mengundurkan diri dari koran terakhir, Harian Global, lalu pada Maret 2007 menjadi penulis web mengelola Blog Berita ini.
“Tunjukkan pada dunia APA yang bisa kaulakukan, bukan SIAPA kau.”
sumber www.blogberita.net.

Minggu, 20 April 2008

Pakaian renang, gimnas tak jadi isu di Malaysia?

NAMA:AGHUS SIFAQ

NIM : 056484025

EMAIL: sifa_q@yahoo.com

Pakaian renang, gimnas tak jadi isu di Malaysia?

Herman Samsudeen
Thu | Jul 12, 07 | 4:47:52 pm MYT

Dewan Pemuda PAS Wilayah Persekutuan mengecam kenyataan yang dibuat oleh Menteri Belia dan Sukan, Dato' Azalina Othman Said berhubung dengan isu pemakaian tudung dan pakaian menutup aurat oleh para atlit negara.

Khaleejtimes online memetik laporan berita yang bersumberkan wawancara wartawan agensi berita antarabangsa, Reuters bersama Azalina pada Selasa baru-baru ini berhubung isu ini dan menyebarkannya melalui laman web mereka.

Azalina ditanya berhubung dengan kebebasan pemakaian atlit yang beragama Islam dalam sukan-sukan seperti gimnastik dan acara renang atau kolam air.

Pada pandangan beliau pemakaian pakaian renang atau baju gimnas yang ketat dan menampakkan peha atlit wanita Islam tidak menjadi isu di kalangan rakyat Malaysia dan beliau berterima kasih kerana rakyat di negara ini kononnya berfikiran terbuka terhadap perkara ini.

Setiap atlit yang beragama Islam bebas untuk memakai pakaian yang dipakai oleh mereka yang bukan Islam untuk bersukan.

Azalina yang juga ahli dan penyokong kuat Sisters in Islam memperjuangkan hak dan kebebasan wanita Islam untuk memilih jalan hidup dan aktiviti harian khususnya dalam aspek kesukanan.

Beliau juga bangga untuk menjadi contoh sebagai pemegang tali pinggang hitam dalam sukan Tae Kwan do yang tidak memakai tudung dan bagi beliau wanita Islam yang aktif bersukan dinegara ini khususnya mereka yang bertanding untuk mengharumkan negara tidak diwajibkan memakai tudung sebagai mencontohi dirinya.

Kenyataan ikhlas Azalina ini telah menelanjangkan idealisma Islam Hadhari yang sebenarnya. Dan kita melihat bahawa aspek sukan yang dibawa oleh Azalina ini benar-benar menyimpang dari Islam dan menyebabkan wanita Islam dipandang sama sahaja dengan mereka yang bukan Islam.

Pemuda PAS Wilayah mendesak agar Azalina menarik balik kenyataan beliau dan berusaha memperbaiki imej atlit-atlit Islam dinegara ini. Kita amat malu untuk mempunyai seorang Menteri yang lemah akidah seperti beliau dan sanggup mempermainkan hukum Allah demi survival Hak Asasi yang tidak jelas ini.

Kejayaan Ruqaya Al Ghasara dari Bahrain memenangi pingat emas dalam acara lumba lari 200 meter wanita di Sukan Asia tahun lalu sebenarnya sudah cukup untuk menjawab kritikan terhadap pemakaian tudung oleh atlit Islam yang kononnya dikatakan merencatkan kualiti persembahan mereka.

Perkara ini harus diteliti dan tidak dikesampingkan oleh Azalina. sebagai pemimpin beliau harus memikirkan yang terbaik untuk rakyat dan atlit wanita Islam dan tidak memperlekehkan apa yang disuruh oleh Allah sebegini.

Pak Lah harus mengesa Azalina untuk bertaubat dan segera memakai tudung. Imej pemimpin atlit Melayu Islam harus ditonjolkan dengan bijak kerana Islam tidak pernah menengelamkan imej dan keupayaan mana-mana umatnya dan telah banyak bukti yang kita telah lihat selama ini.

· Herman Samsudeen ialah Ketua Penerangan Dewan Pemuda PAS Wilayah Persekutuan

Komentar

Dengan membaca tulisan di atas saya berpendapat, jika atlet renang yang beragama islam boleh memakai pakaian renang yang minim atau pres bodi. tapi lebih baiknya kalau waktu latihan di bedakan antara laki-laki dan perempuan dan waktu perlombaan juga di bedakan tempat dan waktunya selain itu pelatihnya juga untuk pelatih laki-laki juga dari laki-laki, untuk pelatih perempuan juga dari perempuan. Terima kasih.

KEMISKINAN dan GIZI BURUK, APA JADINYA GENERASI BANGSA INDONESIA

Nama : Arik Puji U. Tugas Jurnalistik O.R

No.Reg : 056 484 015

Jurusan : Penkesrek / IKOR.

KEMISKINAN dan GIZI BURUK, APA JADINYA GENERASI BANGSA INDONESIA

Gizi buruk mulai lagi menghiasi negara kita lagi, kata orang negara yang “gemah ripah loh djinawi”. Miris…!mendengar tentang gizi buruk, bagaimana tidak….! Ditengah – tengah berseliwernya mobil – mobil mewah dan banyaknya mal – mal yang berdiri tegak di kota – kota besar, pembahasan APBN dan APBD yang milyaran bahkan bisa triliunan rupiah, anggota DPR yang ingin kenaikan gaji dan kunjungan ke luar negeri yang menghabiskan dana juta an rupiah tapi tak ada hasilnya atau apalah...!. Cerita koruptor yang juga milyaran rupiah, sejumlah anak dibawah umur 5 tahun menderita kekurangan gizi…Miris telinga ini mendengarnya.

Jumlah mereka jauh dibawah jumlah orang kaya di indonesia. Sederhana saja penyebab terjadinya gizi buruk. Asupan kalori dan protein tidaklah cukup bila dibandingkan dengan kebutuhan dalam waktu yang relatif lama. Kekurangan sehari, seminggi dan sebulan tidak menyebabkan gizi buruk. Jadi kenapa lambat diketahui?siapa yang harus disalahkan….!Presiden..!Wakil rakyat..!atau Rakyat..!

Pada dasarnya karena kemiskinan, yaitu kemiskinan materi dan kemiskinan informasi. Keduanya menyebabkan pilihan dan jumlah bahan makanan yang dibeli oleh sebuah keluarga lebih rendah daripada kebutuhan gizi anggota keluarga. Memang persoalan utama dari sebagian besar keluarga dengan balita gizi buruk adalah miskin materi.

Secara sederhana, fenomena ini memang mungkin juga dapat menjelaskan mengapa kondisi kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan secara signifikan. Sekalipun diakui beberapa kalangan seperti halnya pemerintah bahwa kemiskinan dan pengangguran mengalami penurunan, dalam kenyataannya kita masih melihat penderitaan masyarakat akibat dari kemiskinan yang sangat memprihatinkan dan berpengaruh pada kebutuhan bahan makanan yang menyebabkan gizi buruk pada generasi bangsa ini. Pendek kata, masalah dibiarkan muncul dulu, baru setelah itu ditangani. Sama halnya masalah kemiskinan dan gizi buruk dibiarkan muncul dulu, baru selanjutnya ditangani dengan berbagai progran pelayanan sosial.

Kenyataannya, Indonesia memang bukan negara kesejahteraan universal seperti halnya negara – negara maju. Namun, bila pelayanan sosial dengan model yang sama terus diterapkan, maka tidak banyak mengubah peta kemiskinan di Indonesia. Jika bantuan / pelayanan yang diberikan pemerintah tidak sampai ke tangan orang yang benar – benar membutuhkan , sama halnya juga Bohong…!.kemiskinan justru rentan dengan aroma politik, karna hanya dimanfaatkan segelintir elite olitik dan kalangan tertentu.

Selama ini kita didominasi oleh suatu upaya untuk menangani kemiskinan, namun jarang kita berfikir bagaimana membuat orang tidak jatuh miskin. Jadi intinya adalah bagaimana mencegah supaya seseoarang tidak menjadi miskin.

Mungkin upaya ini kurang terpikirkan. Namun, bayangkanlah jika kita kesulitan ekonomi karena tidak stabilnya harga – harga bahan pokok seperti sekarang ini dapat melahirkan orang – orang miskin baru dan berpengaruh meningkatya gizi buruk pada balita, anak – anak generasi bangsa ini…orang berkata bahwa negara kita kaya akan sumber alam nya, tapi apa kata dunia…!jika kita rakyatnya sendiri banyak yang mengalami kemiskinan dan kekuranga gizi..

Kurang Waspada, Olahraga Bikin Cedera

Kurang Waspada, Olahraga Bikin Cedera

via Ch1ples & Irinez by ch1ples on 3/14/08


Kurang Waspada, Olahraga Bikin Cedera Tak ada yang menyangkal jika olahraga baik untuk kebugaran tubuh dan melindungi kita dari berbagai penyakit. Namun, berolahraga secara berlebihan dan mengabaikan aturan berolahraga yang benar, malah mendatangkan cedera dan membahayakan diri sendiri. Ada beberapa hal yang menyebabkan cedera akibat aktivitas olahraga yang salah. Menurut Wijanarko Adi Mulya, pengurus PBSI [...]

By Rizky